Laman

Jumat, 09 Maret 2012

website nu meredupkan nu

ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH
kemaren saya mencari artikel mengenai kegiatan kegiatan sunni yang di anggap bid'ah oleh golongan wahabi,secara kebetulan saya mendapati tulisan website NU di sreach engine google,lalu saya mengklik untuk membuka website NU ,saya bahagia sekali karna NU sekarang sudah membuka website disetiap kabupaten.
namun sayangnya,saya mendapati beberapa artikel yang kurang menyenangkan buat saya,
yaitu adanya artikel yang menuliskan al-qur'an dan al-hadits  dengan bahasa ajam saja,padahal hal itu tidak diperbolehkan menurut ilmu mushthalah hadits,kekecewaan saya yang lain ialah adanya artikel yang menyanjung gusdur,bahkan artikel yang menyanjung gusdur lebih dari 3 postingan.
saya rasa kurang pas apabila website resmi NU memostingnya karna sudah sangat jelas bahwa mengenai gusdur banyak para ulama' itu tidak sefaham,apalagi sampai dikatagorikan termasuk minal awliya'.
tokoh tokoh NU baik generasi pertama sampai generasi tidak jauh dari sekarang ini sebenarnya banyak sekali yang mencapai maqam awliyaullah,kenapa harus memilih gusdur?!
hal ini malah bisa membuat kepercayaan kepada NU itu menurun.
pengurus NU sadar maupun tidak hal ini memang menjadi sebagian dari sebab kekurang percayaan masyarakat kepada NU.
dan hal ini juga dijadikan titik sasaran empuk oleh sebagian orang yang beraliran wahabi untuk merusak NU.
semoga saja ada pengurus NU yang membaca postingan saya ini,dan mendikusikannya kepada pengurus NU yang lain sehingga postingan postingan yang kurang pantas yang saya maksudkan diatas segera dihapus dari website NU.




artikel mengenai gusdur 1


Gus Dur dan UU Pornografi
Humor ini muncul saat Dewan Perwakilan Rakyat akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi undang-undang pada pertengahan 2008. Berbagai pro dan kontra berkembang. Demonstrasi di mana-mana.

Gus Dur yang terkenal sebagai tokoh kebebasan berpikir, tidak ambil pusing. Bagi dia, di dalam Islam pun telah ada porno.

Jadi tidak perlu diperdebatkan. Berikut cerita mengenai 189 Gaya Bersetubuh yang dikutip dari berbagai sumber:

Ketika semua pihak berteriak musnahkan pornoaksi dan pornografi di negeri ini karena tidak sesuai dengan syariat Islam, Gus Dur justru kurang sependapat. Gus Dur berusaha mengambil contoh dari sisi pandangan Islam tentang porno tersebut.

Misalnya saja ketika Gus Dur menjawab interview, Gus Dur menyebut kitab Raudlatul Mu’aththar sebagai korban tentang kesalahan memandang pengertian daripada kata porno.

“Anda tahu, kitab Raudlatul Mu’aththar (Kebun Wewangian) itu merupakan kitab Bahasa Arab yang isinya tata cara bersetubuh dengan 189 gaya.”

“Kalau begitu, kitab itu cabul dong?”
http://www.nuprobolinggo.or.id/gus-dur-dan-uu-pornografi/



artikel mengenai gusdur 2

Menyingkap Prilaku Nyleneh Gus Dur
Judul buku: Sunan Gus Dur Akrobat Politik ala Nabi Khidir
Penulis: M. Mas’ud Adnan
Penerbit : Harian Bangsa (Jawa Pos Group)
Edisi : Cetakan pertama,  April 2011
Tebal: XIV + 250 halaman
Peresensi: Aryudi A. Razaq*

Gus Dur, siapa tak kenal dia? Selain dikenal sebagai tokoh NU, dia juga populer sebagai budayawan, cendekiawan, ulama dan setumpuk laqob (gelar) lain yang menghiasi namanya. Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang nyleneh. Ini Karena banyak gagasan, pemikiran dan ucapan yang dilontarkan Gus Dur tidak lazim sebagaimana tokoh besar yang selalu menjaga dan mengonsep kata-katanya sebelum diucapkan. Apa yang menurut Gus Dur benar, itulah yang dikatakan. Tak peduli ucapannya itu melawan arus. Karena itu, Gus Dur nyaris tak pernah sepi dari konflik dan kontroversi. Tapi dari ketidak laziman itulah, nama Gus Dur kian menjulang dan ketokohannya makin berkibar. Tidak ada orang yang menjulangkan namanya, tapi waktu yang menjawabnya, karena di kemudian hari ternyata ucapan atau ramalan Dus Dur itu terbukti kebenarannya. Orangpun dibikin terperangah.

Kenylenehan Gus Dur –yang kerap berujung dengan konflik itu— nyaris terjadi di semua area, terutama di panggung politik. Sejak mendirikan PKB, Gus Dur selalu “menciptakan” konflik dalam tubuh partai berlambang bumi dikelilingi bintang sembilan itu. Selesai yang satu, muncul yang lain. Mulai berseteru dengan Matori Abdul Djalil, hingga Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Namun konflik Gus Dur, tidak bisa lantas dilihat secara hitam putih. Karena nyatanya, orang yang dimusuhi Gus Dur, justru tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mandiri, lepas dari bayang-bayang kebesaran sang pendekar demokrasi itu. Sebut saja misalnya, perseteruan Gus Dur dengan Cak Imin. Itu tak lebih dari sebuah “sandiwara politik”. Menurut Cak Imin, dirinya dan Gus Dur pernah dipanggil oleh sekelompok tokoh di daerah dekat gunung Lawu. Intinya keduanya diminta islah, bahkan disumpah agar “rukun” selalu. Namun dalam perjalanan pulang dari tempat tersebut, Gus Dur berbisik kepada Cak Imin:  “Min, meski kita sudah islah tapi di publik kita tetap beda” kata Gus Dur. Cak Imin mengaku sempat heran dan bertanya-tanya apa makna di balik semua itu. Dan sampai wafat, Gus Dur tetap “beda” dengan Cak Imin. Cerita seputar konflik dan keanehan Gus Dur ini dapat kita jumpai di buku “Sunan Gus Dur Akrobat Politik ala Nabi Khidir” (hal. 14).

Buku yang ditulis M. Mas’ud Adnan ini mengupas prilaku nyleneh Gus Dur, yang kerap memancing konflik. Namun berdasarkan analisa spiritual-supranatural penulis dikaitkan dengan fakta yang ada, konflik yang dibikin Gus Dur bukan sesuatu yang hampa, tapi mempunyai tujuan bagi kepentingan regenerasi ke depan. Cuma sayangnya, publik tidak banyak tahu makna dari konflik itu. Pola “pelatihan” ini mirip sekali dengan cara mendidik Nabi Khidir terhadap santrinya, Nabi Musa. Nabi Musa memang selalu protes dan bertanya tentang perbuatan Nabi Khidir yang dinilainya tidak benar, padahal apa yang dperbuat Nabi Khidir mempunyai tujuan mulya.

Rata-rata orang yang “dimusuhi” Gus Dur adalah kadernya sendiri. Gus Dur-lah yang pertama kali melambungkan nama mereka, namun Gus Dur pula yang berusaha “menenggelamkan” mereka. Dimaklumi bersama bahwa umur manusia terbatas, sehingga harus ada regenerasi. Seorang calon pemimpin juga tidak bisa terus berada di ketiak orang yang melambungkan namanya. Ia harus mandiri dan mempunyai karakter kepemimpinan tersendiri. Maka dalam konteks itulah, signifikansi konflik ala Gus Dur. Sejatinya konflik itu adalah bagian dari upaya Gus Dur untuk melatih dan mendidik mantan anak buahnya agar mempunyai mental yang kuat, berkepribadian dan tahan banting ketika terjun di belantara persaingan yang sesungguhnya. Hanya saja ada kader yang sabar dan ikhlas  menerima, ada yang tidak, bahkan akhirnya juga terprovokasi sehingga menyerang Gus Dur secara membabi-buta. Biasanya orang yang sabar itulah yang tampil sebagai pemimpin tangguh dikemudian hari. Sebut saja misalnya, KH Hasyim Muzadi, KH Said Aqiel Siroj, Helmy Faisal Zaini, Lukman Edy, Imam Nahrawi dan Cak imin sendiri.

Tidak berlebihan kiranya jika orang –termasuk penulis— menilai Gus Dur adalah waliyullah. Berdasarkan kriteria yang ada, Gus Dur telah banyak mendapat karamah dari Allah. Karamah itu, misalnya bisa dilihat dari “nalar” Gus Dur yang kerap jauh menerawang ke depan. Contohnya adalah ramalan Gus Dur soal presiden. Empat tahun sebelum pemilihan presiden (1999), Gus Dur pernah menyatakan  bahwa dirinya akan menduduki kursi presiden RI. Tentu saja pernyataan itu dianggap lelucon politik. Tak ada yang merespon, apalagi percaya. Pasalnya, ketika itu hegemoni kekuasaan Soeharto masih begitu kuat menancap di bumi pertiwi. Cengkeraman Orde Baru juga begitu super dan menggurita hingga ke pelosok desa. Tak ada tanda-tanda Soeharto bakal tersungkur. Dua tahun kemudian, ketika kekuatan Soeharto mulai tergerus, muncul dua nama  yang disebut-sebut pantas menjadi presiden: BJ. Habibie dan Megawati. Nama Gus Dur tidak masuk dalam kalkulasi politik. Apalagi saat itu Gus Dur cenderung mendukung Mega.

Namun ternyata di tengah arus dukungan politik nasional yang terbelah dua, yaitu kepada BJ. Habibie dan Megawati, nama Gus Dur justru muncul sebagai pilihan alternatif. Ini untuk menghindari bentrok massal antara kubu BJ. Habibie dan Megawati. Dan benar, MPR RI akhirnya mengangkat Gus Dur sebagai presiden ke-4 RI.

Contoh lain, tahun 2004 ketika menghadiri Muktamar NU  ke-31 di Boyolali Jawa Tengah, di sebuah kamar hotel Gus Dur pernah berucap bahwa Indonesia akan dilanda bencana besar dengan korban ribuan nyawa melayang. Ternyata, tak berapa lama kemudian, terjadilah tsunami Aceh yang begitu mengerikan itu.

Di bagian empat buku ini juga diulas bagaimana tingginya prilaku zuhud Gus Dur. Suatu ketika Gus Dur diberi uang oleh seorang anggota DPR RI sebesar Rp. 15 juta. Gus Dur lalu menaruh uang itu di lacinya. Selagi Gus Dur masih ngobrol dengan orang tersebut, datanglah seorang artis berinial MM. Ia sering muncul di koran karena didzalimi pejabat atau menteri Orde Baru, dinikahi hingga punya anak namun kemudian dicampakkan. MM mengeluh kesulitan uang kepada Gus Dur. Tanpa pikir panjang Gus Dur mengambil uang itu di lacinya dan  memberikan kepada MM.

Imam Nahrawi –Sekjend DPP PKB– juga berkisah. Suatu saat Gus Dur kedatangan tamu di kantor PBNU. Orang itu memberi amplop berisi uang Rp. 35 juta. Selang beberapa saat kemudian datang seorang kenalan Gus Dur yang mengaku perlu uang untuk membangun rumahnya. Gus Dur langsung memberikan uang itu kepada orang tersebut. Anehnya, dia langsung ngacir. Para tamu yang berada di sekitar Gus Dur, termasuk Imam Nahrawi heran, bahkan ada yang mengingatkan Gus Dur bahwa orang tadi tidak jujur dan sering menipu. “Saya tahu. Kan lebih baik menipu saya dari pada menipu orang lain,” kata Gus Dur enteng.

Ya, begitulah Gus Dur. Ia sudah tidak memikirkan uang dan kepentingan pribadinya. Menurut Sulaiman, ajudan Gus Dur,  jika menerima uang, Gus Dur selalu Terima-Kasih. Maksudnya, uang diterima lalu dikasihkan kepada orang lain.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis di beberapa media cetak dan online. Karena tulisan itu sifatnya temporal, maka di beberapa topik kita membacanya sudah terasa basi. Namun hal ini bisa “dihibur” dengan sajian tulisan yang mengungkap lakon nyleneh Gus Dur yang penuh misteri dan tak pernah kadaluarsa. Latar belakang penulis –

yang alumni pesantren—cukup mendukung untuk mengupas sisi spiritual dari pola pengkaderan ala pesantren yang ditunjukkan Gus Dur selama ini. Yang menarik, dalam buku ini juga disajikan tulisan tentang ayah Gus Dur, KH. A. Wahid Hasyim dan paman Gus Dur, KHM Yusuf Hasyim. Dua tokoh ini –seperti Gus Dur—juga penuh kontroversi. Uniknya, ide-ide mereka yang semula dianggap nyleneh, kemudian dipraktikkan para kiai di pesantren-pesantren. Padahal semula para kiai itu menentang gagasan-gagasan kontroversial tersebut.

http://www.nuprobolinggo.or.id/menyingkap-prilaku-nyleneh-gus-dur/


artikel yang menulis alhadits dengan bahasa ajam saja


Membedah Tauhid ala Wahabi
Oleh Mastur, S.Ag, M.Pd

Membedah Pembagian Tauhid Ala Wahabi
Tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan al-Asma’ wa al-Shifat
Oleh: Ust. Mastur Maskur, S.Ag, M.Pd (Waka LTN NU Kencong)

Di kalangan kaum Wahabi ada faham bahwa tauhid terbagi menjadi tiga. Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu iman kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta (al-Khaliq), penguasa(al-Malik), dan pengatur seluruh makhluk (al-Mudabbir). Kedua, Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Dan ketiga, Tauhid al-Asma wa al-Shifat, yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits, tanpa melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah).
Menyikapi pembagian tauhid ala Wahabi tersebut, Syeikh Salim Alwan al-Hasani , Mufti Australia mengatakan, bahwa menurut Ulama Ahlussunnah, pembagian tauhid menjadi tiga yang dilakukan oleh sebagian orang adalah bid’ah yang batil dan munkar. Pembagian tersebut tidak ada di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Tidak pula dikatakan oleh seorangpun ulama salaf ataupun ulama yang mu’tabar. Pembagian tersebut hanya dilakukan oleh kelompok musyabbihah zaman ini (kaum wahabi.red) meskipun mereka mengira bahwa mereka memerangi bid’ah.
Di dalam majalah Nurul Islam yang di terbitkan oleh Ulama al-Azhar Mesir (edisi Rabiul Akhir 1352 H), al-Imam Yusuf al-Dijwi al-Azhari mengatakan, bahwa perkataan mereka bahwa tauhid terbagi menjadi tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah adalah pembagian yang tidak dikenal oleh seorangpun sebelum Ahmad ibn Taimiyah dan pembagian (tersebut) adalah pembagian yang tidak masuk akal.
Dalam pembagian tauhid menjadi tiga ala Wahabi di atas, sekilas memang tidak ada masalah. Karena setiap muslim memang wajib meyakini seluruh yang terkandung dalam makna ketiga pembagian tersebut. Namun permasalahannya adalah ketika kita meneliti, ternyata kaum Wahabi mempunyai maksud tertentu dibalik pembagian tauhid tersebut. Kaum Wahabi mengklasifikasikan tauhid menjadi tiga bukan tidak ada maksud dan tujuan.
Untuk istilah tauhid rububiyah dan uluhiyah mereka jadikan kaidah untuk mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk. Karena kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk mereka anggap telah menyembah selain Allah dan ini berarti telah menyalahi yang mereka sebut sebagai tauhid uluhiyah. Bahkan mereka berani mengatakan bahwa Abu Jahal, Abu Lahab dan kaum musyrikin lainnya beriman kepada Allah dan ber-tauhid rububiyah. Mereka sama sekali tidak menyekutukan Allah dalam hal ini . Lebih parah lagi mereka mengatakan bahwa Abu Jahal dan Abu Lahab Tauhid-nya lebih banyak dan keimanannya lebih murni dibandingkan dengan kaum muslimin yang bertawassul dengan para auliya’ dan shalihin dan memohon syafa’at kepada Allah sebab mereka. (Lihat kitab Kaifa Nafhamu al Tauhid karangan Muhammad Ahmad Basyamil, hal: 16). Bukankah ini pengkafiran terhadap kaum muslimin secara membabi buta? Bukankah mayoritas kaum muslimin mulai dari zaman Nabi, sahabat, dan salaf yang saleh sampai sekarang melakukan tawassul dan tabarruk?
Adapun istilah Tauhid al-Asma wa al-Shifat mereka jadikan kaidah untuk mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan ta’wil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Mereka menganggap bahwa kaum muslimin yang melakukan ta’wil telah melakukan ta’thil (penolakan) terhadap shifat-shifat Allah. Karena mereka mempunyai kaidah “Takwil adalah Ta’thil”. Sementara kita tahu bahwa barang siapa yang melakukan ta’thil berarti kafir. Jadi menurut mereka barang siapa yang men-ta’wil ayat-ayat shifat berarti kafir. Menurut mereka apabila kita menta’wil lafal istawa dalam al-Qur’an dengan Qahara atau istaula (menguasai) berarti kita telah melakukan ta’thil dan tahrif. Dan ini berarti menurut mereka, kita adalah kafir. Padahal ta’wil model seperti ini juga dilakukan oleh sebagian ulama salaf, diantaranya adalah Ibn Jarir al-Thabari dalam Tafsir-nya.
Klasifikasi tauhid rububiyah dan uluhiyah bertentangan dengan hadits mutawatir yang diriwayatkan sekelompok sahabat termasuk didalamnya adalah sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Hadits ini diriwayakan al Bukhari dalam kitab Shahih-nya bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang wajib disembah melainkan Allah (la ilaha illallah) dan sesungguhya aku adalah utusan Allah………”
Dalam hadits ini Rasulullah menganggap cukup akan keislaman seseorang yang telah mengakui akan keesaan Allah dalam ketuhanan (uluhiyah) dan mengakui beliau sebagai Rasulullah. Adapun kaum Wahabi mensyaratkan akan keislaman seseorang tidak hanya dengan pengakuan terhadap tauhid rububiyah saja tapi harus mengakui juga terhadap tauhid uluhiyah, padahal antara tauhid rububiyah dan uluhiyah tidak ada bedanya dalam pandangan syara’.
Menurut Imam al-Haddad disebutkan, tauhid uluhiyah masuk dalam keumuman tauhid rububiyah dengan dalil bahwasanya ketika Allah mengambil perjanjian (mitsaq) dengan keturunan Nabi Adam, Allah mengatakan, “Alastu birabbikum (bukankah Aku Tuhan kalian)?” Dalam hal ini Allah tidak mengatakan, alastu biilahikum, karena Allah menganggap cukup dengan tauhid rububiyah tersebut dari mereka. Sudah maklum bahwa orang yang menetapkan ke-rububiyah-an Allah berarti ia juga mengakui akan ke-uluhiyah-an-Nya. Karena rabb pasti ilah, dan ilah pasti rabb, yaitu sama-sama bermakna Dzat Yang Wajib Disembah.
Di dalam hadits juga disebutkan bahwa ketika Malaikat Munkar dan Nakir ketika bertanya kepada orang yang meninggal, mereka berkata, “Man Rabbuka? (siapa Tuhanmu),” tanpa menambah dengan pertanyaan, “Man ilahuka?”. Wallahu a’lam.
http://nujember.or.id/membedah-tauhid-ala-wahabi/

artikel yang menulis alqur'an dengan bahasa ajam saja


Hukum Berqurban dan Dagingnya
Qurban dalam terminologi fikih sering disebut dengan udhhiyyah, yaitu menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. mulai terbitnya matahari pada tari raya Idul Adha (yaum an-nahr) sampai tenggelamnya matahari di akhir hari tasyrik yaitu hari tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

Berqurban sangat dianjurkan bagi orang orang yang mampu. Karena qurban memiliki status hukum sunnah muakkadah, kecuali kalau berqurban itu sudah dinadzarkan sebelumnya, maka status hukumnya menjadi wajib. Anjuran berqurban banyak disebutkan dalam hadis, di antaranya yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah : “bahwa tidak ada amal anak manusia pada an nahr yang lebih dicintai Allah melebihi mengalirkan darah nenyembelih qurban”. Sebelum anjuran itu dalam Al-Quran, Allah SWT. juga sudah menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk berqurban. Pesan ini termaktub dalam Al-Quran Surat AL-Kautsar ayat 2: Artinya: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2)

Berqurban merupakan ibadah yang muqayyadah (terikat), karena itu pelaksanaannya diatur dengan syarat dan rukun. Tidak semua hewan dapat digunakan, dalam arti sah untuk berqurban. Hewan yang sah untuk berqurban hanya meliputi an'am saja yaitu sapi, kerbau, onta, domba atau kambing, dengan syarat bahwa hewan-hewan tersebut tidak menyandang cacat, gila, sakit, buta, buntung, kurus sampai tidak berdaging atau pincang. Cacat berupa kehilangan tanduk, tidak menjadikan masalah sepanjang tidak merusak pada daging.

Dalam praktiknya, berqurban dapat dilaksanakan secara pribadi atau orang perorang dan dapat pula secara berkelompok. Setiap 7 (tujuh) orang dengan seekor sapi atau kerbau atau onta. Ketentuan ini didasarkan pada sebuah hadis dari shahabat Jabir sebagai berikut: "Nabi memerintahkan kepada kami berqurban satu unta atau satu sapi untuk setiap tujuh orang dari kami." (Muttafaq 'alaih). Adapun qurban kambing hanya dapat mencukupi untuk qurban bagi seorang saja. (Al-Iqna', 277-278)

Berdasarkan perbedaan status hukumnya antara sunah dan wajib, distribusi daging qurban sedikit berbeda. Bagi mereka yang berqurban, boleh bahkan disunahkan untuk ikut memakan daging qurbannya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 28 : "Dan makanlah sebagian daripadanya (an'am) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orag yang sengsara lagi faqir. " (QS. Al-Hajj: 28)

Begitu pula yang diceritakan dalam hadis bahwa Rasulullah memakan hati hewan qurbannya. Adapun bagi mereka yang berqurban karena wajib dalam hal ini nadzar, maka tidak boleh atau haram memakan dagingnya. Apabila dia memakannya, maka wajib mengganti sesuatu yang telah dimakan dari qurbannya. Wallahu A’lam.
http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/10/34576/Ubudiyyah/Hukum_Berqurban_dan_Dagingnya.html

semoga apa yang tulis ini membawa kebaikan buat kita bersama dan saya mohon maaf kepada semua pengurus NU apabila perbuatan saya ini tidak berkenan dihati anda sekalian.wassalamualaiku.wr.wb.


artikel yang menjelaskan keharaman menulis al qur'an dan al hadits dengan bahasa ajam saja


hukum membaca dan menulis alqur'an dan alhadits dengan bahasa ajam saja
assalamualaikum.wr.wb.kaum muslimin yang dicintai allah,perkenankan saya memberikan beberapa penjelasan tentang hukum membaca dan menulis alqur'an dan alhadits dengan bahasa ajam saja.
banyak sekali orang muslim tapi membaca atau menulis al qur'an dan hadits hanya dengan bahasa ajam saja,pelaku terbanyak adalah mereka yang menulis di majalah majalah dan di website ataupun blog.
saya juga pernah menegur beberapa admin situs karna menulis alqur'an maupun hadits dengan bahasa ajam saja,namun sayangnya tidak ada yang meresponnya,entah setan apa yang hinggap dihatinya atau sekeras apa hatinya saya sendiri tidak tahu.
padahal seorang muslim itu selalu bisa menerima peringatan apalagi peringatan itu didasari dengan dalil dalil yang diambil dari alqur'an maupun hadits sebagaimana firman ALLAH SWT وذكر فان الذكر تنفع المؤمنين
dan memberilah peringatan,karna peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang beriman (adzdzariyat 55)
dilihat secara dhahir maupun makna mafhum ayat diatas jelas menunjukkan bahwa kita wajib memberi peringan kepada sesama muslim.
anda juga bisa melihat tafsirannya surah al'ashr sebagai tawkid atau muwaqqad ayat diatas
secara mafhum muwafaqah ayat diatas menjelaskan bahwa seharusnya orang mukmin selalu bisa menerima peringatan muslim yang lain (sesama muslim).
sekarang kita kembali kepada pembahasan hukum membaca dan menulis alqur'an dan alhadits dengan bahasa ajam saja.
adapun HUKUM MEMBACA DAN MENULIS ALQUR'AN DAN ALHADITS DENGAN BAHASA AJAM SAJA itu haram.
ALLAH SWT berkali kali menyebutkan bahwa alqur'an itu arab bukan ajam diantaranya firman ALLAH SWT di surat azzuhruf ayat 3
arra'd ayat 39
surat al ahzab ayat 3 dan ayat ayat yang lain.
coba anda baca ayat diatas baik baik,anda lihat tafsirannya,anda renungkan,anda hayati dengan hati yang bersih dan pastinya anda juga harus faham ilmu ilmu tafsir dan ummul qur'an,kalau perlu juga qawaidul qur'an dan balaghahnya insya allah anda akan merasa sangat sayang untuk tidak menulis alqur'an lengkap dengan arabnya dan anda tidak akan berani menulis alqur'an atau membacanya dengan bahasa ajam saja.
adapun ayat alqur'an yang banyak dipakai untuk menjelaskan keharaman membaca dan menulis alqur'an dengan bahasa ajam saja adalah ayat alqur'an dalam surat azzumar ayat 28
قرءانا عربيا غير ذي عوج لعلهم يتقون
(Ialah) Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.
penjelasan keharaman membaca alqur'an dengan bahasa ajam saja biasa dibahas didalam kitab qori'ah dan dalam kitab kitab ushulut tafsir
dan yang paling simple bisa anda lihat di zaynul kirom fi adabi qiroatil qur'an:
لا يقرء القران بالعجمية
"dan janganlah membaca al qur'an dengan bahasa ajam"
anda juga bisa lihat di zubdatul itqan.
al ustadz m.ma'shum juga berkata,sungguh kasian orang islam yang membaca dan menulis alqur'an dan alhadits dengan bahasa ajam saja,dia menyatakan dirinya islam tapi tidak tahu ilmu islam sampai merubah apa yang sudah qad'iyah dalam islam.
dalam kitab asasu ta'limil ahadits juga dijelaskan keharaman menulis dan membaca alqur'an dan alhadits dengan bahasa ajam saja
يحرم قراءة الحديث  بالعجمية كتحريم قراءة القران بالعجمية
haram membaca hadits dengan bahasa ajam saja seperti haramnya membaca alqur'an dengan bahasa ajam saja.
sekian dari saya,semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga anda yang sudah biasa menulis alqur'an dan alhadits dengan bahasa ajam saja mendapat hidayah untuk bertobat dan merubah tulisan anda lengkap dengan bahasa arabnya.amin wassalamualaikum.wr.wb.
http://pendidikan-islamiyah.blogspot.com/2012/02/hukum-membaca-dan-menulis-alquran-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar